Suranadi berasal dari kata sura yang berarti dewa, dan nadi memiliki arti sungai. Konon, Suranadi juga mengandung arti kahyangan dalam kamus bahasa Jawa Kuno.
Untuk menghormati/mengenang jasa Beliau, di Lombok, khususnya di Lombok Barat, setiap tahun diadakan upacara agama Hindu Dharma pada waktu bulan purnama sasih kapat (Oktober/November).
Demikian pula dalam upacara penguburan mayat bagi penganut agama Hindu Dharma di Lombok Barat, bila seseorang telah meninggal jenazahnya cukup dibersihkan dengan memakai air suci pembersih/pengentas sebelum dikuburkan. (Sumber: http://www.dephut.go.id/informasi/propinsi/ntb/suranadi_ntb.html )
Di Pura Suranadi terdapat 5 sumber mata air yang dikenal dengan nama Panca Tirtha atau Pancaksara. Air tersebut dianggap sakral dan diyakini sebagai syarat kelengkapan di dalam menjalankan upacara keagamaan.
Konon keberadaan Pura Suranadi terkait dengan perjalanan Danghyang Dwijendra, dikenal pula dengan nama Pedanda Sakti Wawu Rauh - menuju Sasak (Lombok) untuk kedua kalinya. Di Lombok, beliau dijuluki juga sebagai Pangeran Sangupati. Guna menjaga agar umat Hindu yang ditinggalkan bisa melakukan tertib upacara menurut ajaran agama yang telah ditentukan, lantas beliau dengan “puja mantera”-nya memunculkan pancatirtha (lima macam tirta) di Suranadi. Kelima pancatirtha tersebut adalah:
1. Mata air toya tabah yang digunakan dalam upacara pitra yadnya;
2. Mata air toya pabersihan untuk upacara pembersihan sawa (jenazah) sebelum diberikan tirta pangentas;
3. Mata air pangentas diberikan kepada jenazah sebelum dikubur/dibakar. Di dekat tirta pangentas juga terdapat pembuangan air yang dikanel sebagai tirta permandian kerbau untuk memerciki hewan sebelum dipotong;
4. Mata air toya panglukatan, tirta prayascita untuk pembersihan diri, dan dipakai dalam upacara dewa yadnya, manusa yadnya, dan bhuta yadnya;
5. Mata air tirta, dipergunakan saat puncak upacara, sebagai prasadam dan diberikan kepada peserta upacara sebagai tirta wasuh paddya.
Selain itu, ada pula versi lain yang menyebutkan, Pura Suranadi dibangun atas gagasan raja Pagesangan bernama AA Nyoman Karang pada 1720M. Seorang pendeta dari Bali - cucu Danghyang Dwijendra - bernama Pedanda Sakti Abah, dipanggil oleh Raja Pagesangan guna melaksanakan panca yadnya, yakni lima macam pengorbanan suci menurut ajaran agama Hindu. Guna kelangsungan kegiatan ritual secara berkelanjutan itulah, dipilih Suranadi sebagai tempatnya.
Di Suranadi terdapat tiga buah kelompok pura. Masing-masing diberi nama sesuai dengan fungsi sumber air yang ada di dalamnya. Pun tiap-tiap pura itu memiliki zona (area) jaba sisi, jaba tengah, jeroan (tri mandala).
Ketiga Pura itu adalah :
1. Pura Ulon/Gaduh, terletak di ujung timur laut, berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung Taman Wisata Alam. Di halaman pura ini terdapat mata air petirtan dan panglukatan. Beberapa palinggih dan perlengkapan upacara yang ada di dalamnya adalah (a) padmasana, (b) linggih Batara Gde Lingsar, (c) linggih Batara Bagus Gunung Rinjani, (d) linggih Batara Surya Ngelurah, (e) gedong penyimpenan, (f) padma petirtan, (g) bale pelik/pengaruman, (h) padma penglukatan, (i) bale pamangku, (j) linggih Majapahit, (k) palinggih tirta, (l) kemaliq, (m) bale banten, (n) bale pawedan, (o) bale pererenan/pakemitan, (p) bale gong, dan (q) bale kulkul. Kedua terakhir ini (p dan q) terletak di seberang jalan.
2. Pura Pangentas, terletak beberapa puluh meter dari Pura Ulon, ke arah barat daya. Memasuki pura ini, mesti melalui jalan setapak. Memiliki dua palinggih, pura ini secara fisik memiliki luasan yang terkecil dan paling sederhana di antara ketiga pura yang ada di Suranadi. Memiliki mata air pangentas, mata air tabah/penembak dan tirta mapepada. Pura ini berfungsi sebagai tempat mengambil air untuk upacara pitra yadnya semata, yakni toya tabah dan pangentas. Maka bisa dipahami bahwa di dalamnya tidak banyak dibangun sarana penunjang sebagaimana yang ada pada pura lainnya.
3. Pura Pabersihan, berkedudukan sekitar 300m dari Pura Ulon. Di pura ini terdapat hanya satu mata air yakni pabersihan, dengan beberapa macam palinggih dan bangunan pelengkap upacara seperti (a) padmasari, (b) ngelurah, (c) tapasanu, (d) linggih Ida Betara Gde Lingsar, (e) genah Mangku ngastawa, (f) bale banten, (g) bale pawedan, (h) bale pakemitan, dan (i) gedong penyimpenan. Mata air dari pura pabersihan bermuara pada sebuah permandian umum (menempel dengan tembok panyengker pura), di sebelah selatan pura pabersihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar