Juni 24, 2013

Bendungan Pice, Bendungan Peninggalan Belanda di Belitung

Hanya 5 menit saja waktu yang diperlukan dari Kelenteng Sun Li San untuk sampai di Bendungan Pice.


Bendungan Pice yang terletak di Gantung, Belitung Timur, ini adalah sebuah bendungan peninggalan Belanda. Konon, namanya diambil dari nama seorang arsitek Belanda bernama Sir Vance yang merancang bendungan ini. Diujung bendungan terdapat tulisan "1934/35/36", mungkin untuk menandakan bahwa bendungan tersebut dibangun pada tahun 1934-1936.



Bendungan Pice berdiri di hulu Sungai Lenggang. Dengan panjang sekitar 50m, dibangun 16 pintu air dengan masing-masing pintu air memiliki lebar sekitar 2.5m. Konon, Belanda membangun bendungan ini agar mereka dapat dengan leluasa mengatur tinggi rendahnya permukaan air di sungai ini, sehingga mempermudah sistem kerja kapal keruk mereka untuk mengeksplorasi timah.


Sayang, bendungan ini sudah tidak difungsikan lagi (atau mungkin sudah tidak berfungsi). Saya sangat ingin melihat "air terjun" yang dihasilkan oleh bendungan ini yang konon bisa mencapai ketinggian hingga 10m.


Bendungan Pice dapat dijadikan sebagai tempat yang asyik untuk duduk sambil merasakan semilir angin yang berhembus disini. Terdapat sebuah warung makanan yang menyediakan pondok sehingga pengunjung bisa duduk sambil menikmati Sungai Lenggang yang berhiaskan bendungan ini.


Juni 17, 2013

Kelenteng Sun Li San, Belitung

Beranjak dari Kelenteng Fuk Tet Che, kami menuju Kelenteng berikutnya. Hanya 10 menit perjalanan, dan sampailah kami di Kelenteng Sun Li San. Kelenteng ini, sama seperti Kelenteng Fuk Tet Che, masuk ke dalam daerah Kecamatan Gantung. Hanya saja, kedua Kelenteng ini terpisah kedalam dua wilayah yang berbeda. Kelenteng Fuk Tet Che terletak di desa Kebon Baru, sedangkan Kelenteng Sun Li San ini terletak di daerah Parit Tebu.


Kendaraan yang kami tumpangi melintas diatas jalan aspal yang sudah tidak mulus lagi. Aspalnya terkelupas disana dan disini, bercampur dengan tanah merah dibeberapa bagian. Jalanan sedikit menanjak karena Kelenteng ini berdiri diatas sebuah bukit.


Setelah mengikuti jalan menanjak, pada ketinggian sekitar 66mdpl, rombongan kami sampai di areal parkir kendaraan dari Kelenteng ini. Areal parkir disini cukup luas, dengan sisi kanan dari areal parkir berdiri sebuah bangunan toilet.


Setelah memarkir kendaraan, para umat tidak serta merta sampai ke Kelenteng. Masih ada 167 anak tangga yang menanti untuk dinaiki. Ya, saya menghitung jumlah anak tangga yang ada. Memang ada 167 anak tangga. Menurut salah seorang sopir yang mengantar kami kesana, konon, dulu anak tangga di Kelenteng ini mencapai 175 anak tangga. Masih menurut sopir tersebut, Kelenteng ini pernah direnovasi.


Tidak perlu khawatir akan tidak mampu menaiki semua anak tangga tersebut untuk mencapai puncak. Jika lelah, Anda bisa beristirahat di tempat-tempat peristirahatan yang dibangun disisi tangga, sebelum kembali menaiki tangga.


Kelenteng Sun Li San adalah sebuah Kelenteng yang memusatkan pemujaan kepada Dewi Kuan Im (Bhodisatva Avalokitesvara). Tulisan 观音堂 (Guān Yīn Táng) di atas pintu masuk Kelenteng sudah dengan jelas mengatakan hal ini. Ditambah lagi, terdapat patung Dewi Kuan Im pada altar utama Kelenteng ini.


Terletak di atas bukit dengan ketinggian sekitar 106mdpl, saya berharap dapat menyaksikan keindahan alam Belitung dari atas sana. Sayang, pemandangan yang saya dapatkan justru adalah lahan hijau yang sebagian besar telah berubah menjadi warna tanah akibat maraknya penambangan yang dilakukan disana.


Juni 12, 2013

Culinary: West Kalimantan: Bakcang

Lebih populer dengan nama bakcang di Indonesia, adalah salah satu makanan khas China. Cung, begitu kami menyebutnya dalam Bahasa Khek, adalah salah satu makanan favorit saya. Kuliner ini saya masukkan menjadi kuliner Kalimantan Barat karena bakcang yang akan saya bahas disini adalah bakcang yang biasa disajikan di Kalimantan barat. Penyajian bakcang disetiap daerah bisa saja berbeda.

ham cung

Bakcang tidak tersedia setiap saat. Bakcang hanya akan tersedia satu kali dalam satu tahun pada salah satu perayaan yang dirayakan oleh masyarakat China. Perayaan itu dirayakan setiap bulan 5 tanggal 5 menurut lunar calender. Dalam Bahasa Khek kami menyebutnya Ko Ciat, lebih terkenal dengan nama Duan Wu Festival atau Dragon Boat Festival. Tahun ini, perayaan ini jatuh pada hari ini, 12 Juni 2013 menurut kalender masehi. Perayaan ini biasanya kami rayakan dengan mandi di laut, dalam Bahasa Khek disebut dengan se eng si sui. Prosesi mandi di laut diawali dengan melempar bakcang (biasanya tham cung) kedalam laut. Bakcang yang dilempar diyakini sebagai pemberian makan kepada roh-roh penghuni laut agar tidak mengganggu prosesi mandi dilaut. Prosesi mandi ini sendiri hanya boleh dilakukan pada jam-jam tertentu, biasanya pagi hari dan sudah tidak boleh dilakukan pada siang hari pada saat pergantian waktu menurut masyarakat China. Sayangnya, saya kurang mengetahui dengan pasti tentang pembagian jam ini.

Kembali ke bakcang, bakcang dibuat dengan bahan dasar beras ketan (atau lebih dikenal dengan nama pulut di Kalimantan). Bakcang bisa dibedakan menjadi 2 jenis, yakni bakcang tanpa isi dan bakcang yang memiliki isi.

Saya akan mulai dari bakcang tanpa isi. Ada 2 nama bagi bakcang ini dalam Bahasa Khek. Yang pertama adalah tham cung. Tham mempunyai arti tawar (tidak/kurang memiliki rasa). Disebut demikian mungkin karena bakcang ini hanya berisi beras ketan semata, tanpa isi apapun. Nama kedua dari bakcang ini adalah ki cung. Nama ini lebih populer jika dibandingkan dengan nama sebelumnya. Ki adalah kapur sirih. Disebut demikian karena dalam proses pembuatan bakcang ini menggunakan air kapur sirih, membuat hasil akhir bakcang ini berwarna kekuningan.

Bakcang yang memiliki isi adalah bakcang favorit saya. Dalam Bahasa Khek, bakcang ini disebut ham cung. Ham berarti asin. Disebut dengan bakcang "asin" mungkin karena bakcang ini mendapatkan rasa asin dari isinya. Isi utama dari bakcang ini adalah daging babi yang dimasak dengan kecap asin dan sedikit gula. Isi lainnya adalah cincangan ebi yang dicampur dengan cincangan jamur dan kacang tanah yang telah direbus terlebih dahulu. Jika suka, dapat ditambahkan cincangan lobak manis juga. Di awal, saya menyebutkan bahwa penyajian bakcang disetiap daerah bisa saja berbeda. Contoh, di Jakarta, bahan utama beras ketan seringkali diganti dengan beras, dibungkus dengan daun pisang, dan ada tambahan kecap manis pada ham cung, membuat rasa yang dihasilkan juga berbeda. Saya pernah mencicipi bakcang Jakarta ini dan saya pribadi tidak menyukai rasanya. Beberapa menyebut saya masih "lidah Kalimantan" :p

ham cung

Tidak semua orang bisa membuat bakcang. Saya kesulitan menterjemahkan apa yang akan saya tulis tentang hal ini. Saya akan memberikan contoh agar kalimat pertama saya ini bisa dimengerti. Pada ki cung, takaran ki sui (air kapur sirih) yang ditambahkan harus sempurna, jika tidak, Anda hanya akan mendapati bakcang Anda gagal. Bakcang dibungkus dengan daun khusus yang dalam Bahasa Khek kami sebut cung jap (cung berarti bakcang; jap berarti daun; cung jap berarti daun bakcang). Karena bentuknya yang serupa, banyak yang mengira jika daun ini adalah daun bambu. Saya dapat pastikan bahwa cung jap bukanlah daun bambu. Yang akan saya bahas disini bukanlah masalah daun yang digunakan untuk membungkus, tetapi cara membungkusnya. Ki cung dibungkus menjadi seperti segitiga sama kaki, kurus memanjang, sedangkan ham cung dibungkus menjadi seperti segitiga sama sisi, gemuk pendek. Jika cara membungkusnya salah, bungkus bakcang akan pecah pada saat dikukus, mengakibatkan isi bakcangnya tumpah keluar. Setelah dibungkus, bakcang akan diikat dengan tali. Bakcang biasa dibundel menjadi ikatan.

Berbeda jenis bakcangnya, berbeda pula cara menikmatinya. Ki cung biasa disajikan dengan "kuah" khusus yang terbuat dari gula merah yang dimasak dengan santan kental. Atau, biasanya saya makan dengan dicocol gula pasir. Untuk ham cung, karena telah memiliki rasa, bisa langsung dimakan begitu saja. Untuk yang doyan pedas, biasanya akan disediakan sambal yang dibuat dari cabai yang telah dihaluskan.

Jadi, sudahkah Anda mencoba mencicipi bakcang? Jika sudah, apa bakcang favorit Anda? :)

Juni 04, 2013

Berkunjung Ke Kediaman Bapak Ahok, Wakil Gubernur DKI Jakarta, di Belitung

Menanjaknya popularitas Bapak Basuki Tjahaja Purnama, atau kerap disapa Ahok, semenjak terpilih sebagai Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta tidak bisa dipungkiri. Hal tersebut tidak hanya berdampak pada Provinsi DKI Jakarta saja, tetapi sampai ke Pulau Belitung, kampung halaman dari Sang Wakil Gubernur terpilih tersebut. Hal ini saya rasakan ketika saya mengikuti tour ke pulau tersebut, dimana hal itu berdampak pada jadwal tour kami. Ketika para peserta tour mengetahui betapa dekatnya jarak rumah Bapak Ahok dari Kelenteng Fuk Tet Che yang kami kunjungi, mereka meminta kepada panitia untuk menyempatkan mengunjungi rumah dari Bapak Ahok yang terletak di Gantung, Belitung Timur tersebut. Menuruti permintaan yang dilayangkan oleh sebagian besar peserta tour, kami akhirnya mampir di rumah dua lantai tersebut.


Ya, kediaman Bapak Ahok di Belitung (seakan) telah menjadi sebuah tujuan wisata populer baru di pulau tersebut. Saya menyaksikan betapa banyaknya bus dan mobil wisata yang mampir dirumah ini.


Minat para wisatawan ini juga didukung dengan sikap Ibu dari Bapak Ahok yang ramah. Beliau membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk menerima kunjungan demi kunjungan yang datang. Satpam penjaga rumah juga tampaknya telah  terbiasa dengan "rutinitas" tersebut. Begitu ada yang datang berkunjung, ia akan meminta tamu untuk menunggu sebentar dan bergegas masuk kedalam rumah untuk menyampaikan hal tersebut kepada tuan rumah.

Beliau berpenampilan sederhana. Tidak tampak wajah lelah dari beliau pada saat menerima sekian banyak tamu yang berkunjung. Beliau dengan ramah menerima permintaan untuk foto bersama.


Beberapa foto dipajang di dalam rumah. Selain berfoto bersama Ibunda Bapak Ahok, foto-foto tersebut menjadi incaran para pengunjung. Sepenglihatan saya, foto yang menjadi favorit adalah foto keluarga Bapak Ahok. Lihatlah tangan-tangan yang berusaha mengambil gambar foto tersebut.


Selain film Laskar Pelangi, terpilihnya Bapak Ahok menjadi Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta sepertinya secara tidak langsung telah turut mendongkrak popularitas wisata Pulau Belitung. Menurut Anda?